Rabu, 08 November 2017

KISAH MENAKJUBKAN DALAM TAWAKAL KEPADA ALLAH

✋🏻💥🌺🌹 KISAH MENAKJUBKAN DALAM TAWAKAL KEPADA ALLAH

Hasrat hatinya untuk berhaji di suatu tahun, dalam keadaan tidak memiliki biaya haji.

Hatim Al-Asham (yang tuli) rahimahullah termasuk pembesarnya orang shalih, hatinya berkeinginan untuk haji pada suatu tahun dalam keadaan dia tidak memiliki biaya. Dia tidak boleh safar, bahkan tidak wajib berhaji tanpa meninggalkan nafkah kepada anak-anak yang mereka tidak ridha.

Dan ketika tiba saatnya (berhaji), putrinya melihatnya dalam keadaan sedih dan menangis, putrinya memang anak yang shalih.
Maka ia berkata kepada ayahnya: Apa yang membuatmu bersedih wahai ayahku?
Ayahnya menjawab: Musim haji telah datang.
Putrinya berkata: Kenapa engkau tidak berhaji? 
Ayahnya menjawab: Tidak memiliki biaya.
Putrinya berkata: Allah akan memberi dirimu rezeki.
Sang Ayah berkata: Bagaimana nafkah kalian?
Putrinya menjawab: Allah akan memberikan rezeki kepada kami.
Sang ayah berkata: Akan tetapi urusan ini tergantung ibumu.

Maka sang putri pergi menghadap ibunya untuk mengingatkan ibunya. Dan akhirnya sang ibu dan anak-anaknya yang lain mengatakan kepada sang ayah: Pergilah engkau berhaji, Allah akan memberikan rezeki kepada kami.

Maka iapun meninggalkan nafkah untuk tiga hari, diapun pergi berangkat haji dalam keadaan dia tidak memiliki biaya yang mencukupi.

Adalah dia berjalan di belakang suatu kafilah rombongan. Di awal perjalanan pimpinan kafilah disengat kalajengking, maka mereka mencari orang yang bisa meruqyahnya dan mengobatinya. Maka mereka menemukan Hatim Al-Asham. Maka diapun meruqyahnya dan Allah menyembuhkannya di saat itu.

Maka pimpinan kafilah mengatakan: Biaya berangkat dan pulang (berhaji) saya yang tanggung.

Maka Hatim berkata: Ya Allah ini adalah kemudahan untukku, maka perlihatkanlah kemudahan untuk keluargaku.

Telah berlalu tiga hari, maka habislah nafkah pada anak-anaknya,rasa lapar mulai meliputi mereka. Maka mereka mulai menyalahkan sang putri dan sang putri malah tertawa.

Mereka berkata: Apa yang membuatmu tertawa sementara kelaparan hampir-hampir membunuh kita?
Sang putri berkata: Ayah kita ini yang memberi rezeki atau yang memakan rezeki?
Mereka menjawab: Yang memakan rezeki, sesungguhnya yang memberi rezeki hanya Allah.
Sang putri berkata: Telah pergi yang memakan rezeki dan tetap ada (bersama kita) yang memberi rezeki.
Sang putri terus mengajak mereka bicara.

Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Mereka berkata: Siapa di pintu? Orang yang mengetuk menjawab: Amirul mukminin meminta minum kepada kalian.
Maka sang putri mengisi penuh gentong airnya, dan khalifahpun minum, kemudian ia mendapatkan kelezatan dalam air tersebut yang belum pernah dia rasakan.
Maka khalifah berkata: Darimana kalian mendapatkan air ini? Mereka menjawab: Dari rumahnya Hatim.
Khalifah berkata: Panggillah dia, aku akan memberinya hadiah.
Mereka menjawab: Hatim sedang berhaji.
Maka amirul mukminin melepaskan sabuk mewahnya yang penuh dengan hiasan permata, lalu ia mengatakan: Sabuk ini untuk mereka.
Kemudian ia berkata kembali: Barang siapa yang menyukai diriku, maka lakukanlah seperti aku! 

Maka seluruh menteri dan para saudagar ikut melepaskan sabuk mewah mereka. Maka terkumpullah sabuk-sabuk mewah lalu dibeli oleh salah seorang pedagang dengan uang emas yang memenuhi rumah yang bisa mencukupi mereka hingga wafat. Lalu sabuk-sabuknya dikembalikan kepada mereka.

Merekapun membeli makanan dalam keadaan tertawa, lalu menangislah sang putri!
Maka sang ibu berkata kepadanya: Kamu ini aneh wahai putriku, dulu ketika kita menangis karena  kelaparan engkau malah tertawa, ketehuilah sekarang Allah memberikan kemudahan kepada kita, mengapa engkau menangis?
Sang putri berkata: Makhluk ini yang tidak mampu memberikan manfaat kepada dirinya tidak pula mencegah mudharat (yakni khalifah) telah memandang kita dengan pandangan kebaikan, yang bisa menyelamatkan kita dari kematian. Terus bagaimana dengan pandangan Rajanya segala raja (yakni Allah Ta'ala)?

Sesungguhnya ini adalah keyakinan kepada Allah. Yakin dengan Dzat yang memberi rezeki, yang maha kuat dan perkasa. Sesungguhnya ini adalah k

ekuatan iman, kekuatan tawakal kepada Allah.  Maha suci Allah dimana kita dibandingkan mereka?!

Ketika Allah memilihmu untuk menempuh jalan petunjuk-Nya bukan karena engkau istimewa atau karena ketaatanmu. Bahkan itu adalah rahmat dari-Nya yang meliputimu. Terkadang Dia bisa melepaskannya darimu  kapan saja.

Oleh karena itu janganlah engkau tertipu dengan amalanmu, janganlah engkau tertipu dengan ibadahmu, janganlah engkau memandang remeh orang-orang yang tersesat dari jalan-Nya. 

Maka kalau bukan karena rahmat Allah kepadamu niscaya engkau menduduki posisi dia.

Ulangilah lagi membacanya dengan seksama.

Laa ilaaha illallahu

📚 Sumber || https://www.sahab.net/forums/index.php?app=forums&module=forums&controller=topic&id=137426

🌏 Kunjungi || http://forumsalafy.net/kisah-menakjubkan-dalam-tawakal-kepada-allah/

⚪ WhatsApp Salafy Indonesia
⏩ Channel Telegram || http://telegram.dog/forumsalafy

💎💎💎💎💎💎💎💎💎

Jumat, 13 Oktober 2017

INDAHNYA PERSAUDARAAN YANG DIBANGUN DIATAS MANHAJ SALAF

بسم الله الرحمن الرحيم

*↪Subhanallah simaklah kisah berikut ini dengan menghayati nya...👇🏻*

*🌷🌾INDAHNYA PERSAUDARAAN YANG DIBANGUN DIATAS MANHAJ SALAF*
---------🌻-----------

Baca sampai selesai...

👉Abu Bakr Ash-Shiddiq dan Rabi'ah Al aslami Radhiyallahu anhuma...

🏞Rabi'ah Al aslami Radhiyallahu anhu mengisahkan :
" Dahulu aku melayani Rasulullah shalallahu alaihi wasallam,

🏜beliau memberikan kepadaku sebidang tanah dan memberikan (pula) kepada Abu Bakr sebidang tanah, dan datanglah Dunia(kepada kami).

🏝Kami berselisih dalam permasalahan cabang pohon kurma,

🖼Abu Bakr mengatakan ia di batasan tanahku, dan aku mengatakan: ia di batasan milikku.

💽Terjadilah pembicaraan antara aku dan beliau,

📜Maka Abu Bakr mengucapkan suatu kalimat yang tidak aku sukai (menyinggung perasaanku), dan beliau menyesal(setelah itu).

🔊Maka beliau berkata kepadaku:"  wahai Rabi'ah balaslah kepadaku ucapan yang semisalnya sehingga menjadi kisas(balasan).

✋Aku menjawab:"tidak akan aku lakukan

✊Maka beliau mengatakan: hendaklah engkau Katakan, atau akan aku laporkan engkau kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.

✋Aku menjawab: tidak akan aku lakukan...

🛣Maka Abu Bakr pergi menemui Rasulullah shalallahu alaihi wasallam,

🛤 Aku pun mengikuti beliau.

🏕Maka datanglah kabilah Aslam (kabilahnya Rabi'ah) mereka mengatakan: "semoga Allah merahmati Abu Bakr pada perkara apa beliau melaporkan engkau kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dalam keadaan dia telah mengucapkan suatu perkataan kepadamu(yang membuat engkau tersinggung).

🚨Maka aku berkata: apakah kalian tahu siapa beliau ini ⁉ ini adalah Abu Bakr Ash-Shiddiq, dia adalah salah seorang dari dua orang yang berada dalam gua, dia adalah orang yang memiliki kematangan(didalam agama ini) dari kaum muslimin,

☄ hati-hati kalian(jaga ucapan kalian) jangan sampai beliau menoleh kemudian melihat kalian menolongku,

💥(Jangan sampai disebabkan ini) dia marah padaku dan mengadukannya kepada Rasulullah yang membuat Rasulullah marah disebabkan kemarahan Abu Bakar.

👉Karena Allah akan murka disebabkan kemarahan Rasulullah dan kemarahan Abu Bakar,

💦 maka celakalah Rabi'ah.

🌻Maka mereka berkata: apa yang engkau perintahkan kepada kami ❓

Rabi'ah menjawab: 💨pergilah kalian (kembali)

🌩Sampailah Abu Bakar di hadapan Rasulullah dan menceritakan apa yang baru saja terjadi antara dia dan Rabi’ah.

🍎Tak lama kemudian Rabi’ah pun datang di tempat itu. (Rabi'ah mengatakan) aku mengikuti beliau sendiri,

⚖ Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pun mengangkat kepalanya kepadaku lantas bersabada , “Wahai Rabi’ah apa yang terjadi antara kamu dan Ash-Shiddiq?”

🎙Aku katakan: wahai Rasulullah terjadilah demikian dan  demikian maka beliau mengatakan kepadaku kalimat yang tidak aku sukai(membuat aku tersinggung) maka beliau mengatakan kepadaku:

👉"katakanlah sebagaimana yang telah aku katakan kepadamu sehingga menjadi kisas, maka aku enggan,

📜maka Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menjawab:
"ya , jangan engkau balas, namun katakanlah :

💊semoga Allah mengampunimu wahai Abu Bakr,

💦 kemudian Abu Bakr berpaling dan menangis.
💦💦💦💦💦💦

🎯sanad dari kisah ini dihasankan oleh assyaikh Al albaaniy Rahimahullah.

📚Sumber:🖊 assilsilah ashahihah no 3145.

🌾 petikan faidah dan hikmah dari kisah ini.

1. Tidak berlarut-larut ketika berselisih.

2. Jadilah seorang yang mudah memaafkan dan membalas kejelekan dengan kebaikan.

3. Indahnya akhlak mengakui kesalahan dan kembali pada kebenaran.

4. Menghormati dan memuliakan orang yang lebih tua dan lebih dahulu dalam dakwah.

5. Tidak boleh memanfaatkan kesalahan saudaranya untuk menjatuhkan kehormatannya dan menghinakannya.

6. Menjadikan pembawa Alqur'an dan assunnah dengan pemahaman salaf (seperti para ulama dan asatidzah) sebagai rujukan ketika berselisih, sebagaimana mereka ketika berselisih kembali kepada Rasulullah dimasa hidup beliau. 

7. Tidak memanfaatkan kedudukan orang yang dekat untuk membela diri ketika salah,sebagaimana Abu Bakr beliau adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah sh

alallahu alaihi wasallam, beliau mertua Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, namun beliau tunduk dengan bimbingan nubuwwah.

8. Menjadikan akhirat Adalah tujuan utama, sebagaimana Abu Bakr takut akan dibalas diakhirat dan beliau meminta untuk dibalas di dunia.

9. Hendaklah bersikap adil dalam memutuskan.

10. *Tidak boleh membela kesalahan*.

✍ Abu Fudhail Abdurrahman Ibnu 'umar غفر الرحمن له

Website : 🌏
http://Salafycurup.com

Telegram.me/salafycurup

Senin, 09 Oktober 2017

Kisah Bahlul dan Raja Harun ar Rasyid


🌷✔AMBILAH PELAJARAN, WAHAI ORANG YANG BERAKAL...

📆Dihikayatkan bahwa ada seorang bernama "Bahlul" seorang lelaki gila pada masa khilafah abbasiyyah Harun ar Rasyid...

🌈Pada suatu hari, Khalifah Harun ar Rasyid melewatinya, dalam keadaan Bahlul sedang duduk di salah satu kuburan.

🔸Maka khalifah Harun berkata kepadanya:
"Wahai Bahlul...Wahai Majnun...kapan kamu akan berakal?!

🌴🔹Maka Bahlul pun lari kemudian memanjat pohon yang paling tinggi, kemudian iapun menyeru kepada Harun dengan suara yang paling tinggi:
"Ya Harun...ya Majnun...kapan engkau akan berakal?.

🔸🌾Maka Harun pun menghampirinya di bawah pohon, dalam keadaan beliau menunggang di atas kudanya dan berkata kepada Bahlul:
"Aku yang gila ataukah engkau yang duduk di atas kuburan?

🔹Maka Bahlul berkata kepadanya:
"Bahkan aku orang yang berakal !!
🔸Berkata Harun:
"Bagaimana bisa demikian?!

🔹Berkata Bahlul:
"Dikarenakan aku mengetahui bahwa ini semua akan lenyap (sambil mengisyaratkan ke istana Harun).
Adapun ini akan kekal (sambil mengisyaratkan ke kubur).
Akupun sudah terbiasa tinggal di sini, sebelum aku akan benar-benar akan tinggal di sini (kuburan).

Sementara engkau terbiasa hidup di istanamu.
Engkau pun meninggalkan dari mengingat kubur, engkau juga tidak suka untuk berpindah dari istana kepada kehancuran, dalam keadaan engkau mengetahui bahwa itulah tempat kembalimu. Bukan perkara yang mustahil, tapi pasti...
🔹Bahlul pun menimpali: "Maka katakan kepadaku, siapa orang yang GILA?!

🔰💦Maka Harun ar Rasyid pun bergetar hatinya, kemudian menangis sampai basah jenggotnya.
Lalu berkata: "Sungguh engkau benar..."

🔸Kemudian Harun berkata:
"Tambahkanlah kepadaku nasihat wahai Bahlul !!"

🔹Bahlul pun berkata:
"Cukup bagimu Kitabullah, berpegang teguhlah dengannya!!"

🔸Harun berkata:
"Apakah engkau memilki kebutuhan, sehingga aku akan memenuhinya untukmu?"

🔹Bahlul berkata:
"Iya. Aku punya 3 kebutuhan...
Kalau engkau mampu untuk memenuhinya, maka aku akan sangat berterima kasih kepadamu.
🔸Berkata Harun:
Mintalah !!

🔹Berkata Bahlul:
"Apakah engkau mampu untuk menambah umurku?!
🔸Harun menjawab:
"Aku tidak mampu."

🔹Bahlul berkata lagi:
"Apakah engkau mampu menjagaku dari malakul maut!!
🔸Harun menjawab:
"Aku tidak mampu."

🔹Bahlul berkata:
"Apakah engkau mampu untuk memasukkanku ke dalam al Jannah dan menjauhkan aku dari an Naar?!
🔸Harun pun menjawab:
"Aku tidak mampu..."

🔹Berkatalah Bahlul:
"Maka ketahuilah, engkau hanyalah seorang raja dunia...engkau bukanlah Raja yang sesungguhnya (Allah ta'ala).
Aku tidak butuh kepadamu.

📕Uqalaul Majanin-Abul Qasim al Hasan bin Muhammad bin Habib an Naisaburiy (Wafat 406H).

=======
🔰🌠Forum Salafy Purbalingga

↗JOIN dengan kami di chanel:
http://tlgrm.me/ForumSalafyPurbalingga

Sumber: di sini

Jumat, 01 September 2017

KISAH AL IMAM IBNU JARIR ATH THABARI DAN KAKEK YANG FAKIR (KISAH BEGITU INDAH NAN MENGADUNG PELAJARAN)

KISAH AL IMAM IBNU JARIR ATH THABARI DAN KAKEK YANG FAKIR (KISAH BEGITU INDAH NAN MENGADUNG PELAJARAN)

Dikisahkan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari penulis tafsir yang terkenal

Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah bertutur: Ketika saya berada di Mekah pada musim haji, saya melihat seorang lelaki dari Khurasan berseru seraya berkata: Wahai sekalian jama’ah haji, wahai penduduk Mekah baik yang di kota maupun yang di desa! Sungguh aku telah kehilangan kantong berisikan uang seribu dinar, maka barang siapa yang mengembalikannya kepadaku, niscaya Allah akan membalasnya kebaikan dan membebaskannya dari neraka, dan ia akan mendapatkan pahala dan ganjaran yang besar di hari perhitungan,,,

Maka berdirilah seorang kakek tua dari penduduk Mekah. Ia berkata kepadanya: Wahai orang Khurasan, negeri kami kondisinya keras sedangkan hari-hari haji dapat dihitung, musim-musimnya terbatas, dan pintu-pintu usaha tertutup. Maka bisa jadi harta itu jatuh ke tangan orang mukmin yang fakir lagi tua renta yang menginginkan jaminan (janji) darimu andai ia mengembalikan harta itu kepadamu. Maka berilah ia sedikit upah (hadiah) dan harta yang halal!

Orang Khurasan ini berkata: Berapa besar kadar hadiahnya? Berapa yang ia inginkan?

Orang tua ini menjawab: Ia ingin sepersepuluhnya, yaitu seratus dinar sepersepuluh dari seribu dinar. Orang Khurasan ini pun tidak setuju. Ia berkata: Aku tidak akan melakukannya dan aku akan menyerahkan urusanku ini kepada Allah. Aku akan mengadukannya kepada Allah pada hari kami berjumpa dengan-Nya. Cukuplah Allah sebagai penolong bagi kami dan Dia-lah sebaik-baik pelindung….

Ibnu Jarir ath-Thabari berkata: Terbesit dalam jiwaku bahwa kakek tua ini adalah seorang yang fakir, ia telah menemukan kantong dinar tersebut dan menginginkan sebagian kecil darinya. Aku pun mengikutinya hingga ia kembali ke rumahnya. Maka keadaannya sebagaimana yang aku duga. Aku mendengar ia memanggil isterinya dan mengatakan: Wahai Lubabah! Sang isteri berkata menyahut: “Labbaik Abu Ghiyats.” Ia berkata: “Aku sudah menemukan pemilik dinar-dinar itu. Ia menyeru mencarinya namun tidak mau memberikan sesuatu kepada orang yang menemukannya. Aku sudah berkata kepadanya: “Berikan kami seratus dinar, namun ia enggan dan menyerahkan urusannya kepada Allah. Apa yang harus aku lakukan wahai Lubabah? Aku harus mengembalikannya, aku takut kepada Rabb-ku, aku takut kalau Dia akan melipat gandakan dosaku.” Isterinya berkata menimpali: “Wahai orang lelaki, kami hidup menjalani kerasnya kemiskinan bersamamu sejak lima puluh tahun yang lalu. Sedangkan engkau menanggung empat orang anak perempuan, dua saudari, saya, dan ibuku, lalu engkau yang kesembilannya. Kita tidak memiliki kambing dan tidak juga tempat gembala. Maka ambillah uang itu seluruhnya. Kita akan kenyang dengannya, karena sesungguhnya kita kelaparan. Dan berilah kami pakaian dengannya, dan sungguh engkau lebih mengerti tentang keadaan kita. Mudah-mudahan Allah mencukupimu setelah itu sehingga Ia akan memberimu harta setelah keinginanmu untuk keluargamu ini atau Allah akan menyia-nyiakan agamamu pada hari di mana kerajaan itu hanya milik al-Malik (Allah).” Ia berkata kepada isterinya “Wahai Lubabah! Apakah aku harus makan sesuatu yang haram setelah 86 tahun usiaku ini lalu aku akan membakar isi perutku dengan api neraka setelah sekian lama aku bersabar di atas kefakiran dan aku akan mendatangkan murka al-Jabbar (Allah) padahal aku sudah dekat dengan kuburku?! Tidak, maka demi Allah aku tidak akan melakukannya….

Ibnu Jarir ath-Thabari berkata: Lalu aku berpaling dalam keadaan takjub dengan perkara kakek tua ini dan isterinya. Hingga suatu waktu di siang hari, aku mendengar pemilik dinar kembali menyeru…

Ia berkata: “Wahai penduduk Mekah, wahai sekalian jama’ah haji, wahai tamu Allah baik yang di kota maupun yang di desa, barang siapa menemukan sebuah kantong yang berisikan uang seribu dinar, hendaknya ia mengembalikan kepadaku dan ia akan mendapatkan pahala dan ganjaran di sisi Allah…

Maka kakek tua itu kembali berdiri. Ia berkata “Wahai orang Khurasan, di hari yang lalu sudah aku katakan dan nasehatkan kepadamu. Demi Allah, negeri kami sedikit tanaman dan ambing susu, maka berikanlah kepada orang yang menemukan hartamu itu sesuatu sehingga dia tidak menyelisihi syariat. Dan aku sudah katakan kepadamu untuk memberikan (upah/hadiah) kepada orang yang menemukannya seratus dinar, namun engkau enggan. Maka jika hartamu berada di tangan seorang yang takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla, maka silahkan engkau memberinya sepuluh dinar saja sebagai pengganti seratus yang akan menjadi perlindungan dan penjagaan bagi mereka, juga pencukup kebutuhan dan amanah. Orang Khurasan itu menjawab: “Aku tidak akan melakukannya, aku akan mencari hartaku di sisi Allah dan aku akan mengadukannya kepada Allah di hari kami berjumpa dengan-Nya. Cukuplah Allah sebagai penolong bagi kami dan Dia-lah sebaik-baik pelindung.

Ibnu Jarir ath-Thabari bertutur: Kemudian orang-orang bubar dan pergi. Maka ketika kami berada di suatu waktu di siang hari, aku mendengar pemilik dinar itu kembali menyeru dengan panggilan yang persis sama. Ia berseru: “Wahai jama’ah haji, wahai tamu Allah baik yang tinggal di kota maupun di desa, barang siapa menemukan kantong berisikan uang seribu dinar, maka kembalikanlah kepadaku dan dia akan mendapatkan pahala dan ganjaran di sisi Allah. Kakek tua itu pun kembali berdiri, ia berkata kepadanya: “Wahai orang Khurasan, dari awal kemaren sudah aku katakan kepadamu, berilah orang yang menemukan harta itu seratus dinar namun engkau enggan. Kemudian sepuluh dinar, engkau juga enggan. Maka silahkan engkau berikan orang yang menemukan harta itu satu dinar saja! Sehingga dengan separuhnya, ia bisa membeli keperluan yang ia butuhkan dan dengan separuh sisanya ia bisa membeli kambing yang dapat diperah susunya. Sehingga orang-orang bisa minum dan mendapatkan harta, memberi makan anak-anaknya dan mengharapkan pahala (dari Allah).

Orang Khurasan itu berkata: “Aku tidak akan melakukannya, tetapi aku akan menyerahkannya kepada Allah dan mengadukannya kepada Rabb-ku pada hari kami berjumpa dengan-Nya. Cukuplah Allah sebagai penolong dan Dia-lah sebaik-baik pelindung.

Kakek tua itu pun menariknya dan berkata kepadanya: “Kemarilah, ambillah dinar-dinarmu, dan biarkan aku tidur malam ini, sungguh hidupku tidak tentram semenjak aku menemukan uang itu.

Ibnu Jarir berkata: Kemudian ia pergi bersama pemilik dinar itu. Dan aku mengikuti keduanya hingga orang tua itu masuk ke dalam rumahnya. Sang kakek menggali tanah dan mengeluarkan dinar-dinar itu darinya. Ia berkata: “Ambillah hartamu ini dan aku akan meminta kepada Allah agar mengampuni diriku dan memberi rezeki kepadaku dari keutamaan-Nya…”

Orang Khurasan itu pun mengambil hartanya dan hendak keluar. Namun tatkala sampai di ambang pintu rumah, ia berkata: Wahai kakek, ayahku semoga Allah merahmatinya telah meninggal dan beliau meninggalkan harta tiga ribu dinar. Beliau berkata kepadaku: “Keluarkanlah sepertiganya dan berikanlah kepada orang yang paling berhak di sisimu.” Maka aku mengikat dinar-dinar tersebut di dalam kantong ini hingga aku menginfakkannya kepada orang yang paling berhak menerimanya. Dan demi Allah, sejak aku keluar dari Khurasan sampai ke sini, aku tidak melihat seorang pun yang lebih berhak menerima harta itu dari pada dirimu, maka ambillah harta ini, semoga Allah memberikan barakah kepadamu pada harta tersebut. Dan semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepadamu atas amanah dan kesabaranmu di atas kefakiran.” Kemudian ia pergi dan meninggalkan harta itu untuknya.

Berdirilah kakek tua itu, menangis dan berdo’a kepada Allah seraya berkata: “Semoga Allah merahmati pemilik harta itu di kuburnya dan memberkahi puteranya….”

Ibnu Jarir berkata: Lalu aku berpaling di belakang orang Khurasan itu, namun Abu Ghiyats mengejarku dan menarikku. Ia berkata kepadaku: “Duduklah, sungguh aku melihatmu mengikutiku sejak hari pertama dan kamu telah tahu kabar tentang kami ini, baik kemaren maupun hari ini. Sungguh aku mendengar Ahmad bin Yunus al-Yarbu’i berkata: Aku mendengar Malik berkata: Aku mendengar Nafi’ berkata: Dari ‘Abdullah bin ‘Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi was salam bersabda kepada ‘Umar dan ‘Ali rahidyallahu ‘anhuma: “Apabila Allah mendatangkan hadiah kepada kalian berdua tanpa meminta dan mencari kemulian (uluran) seorang jiwa, maka terimalah dan jangan kamu tolak sehingga kamu akan menolak pemberian Allah.” Dan ini adalah hadiah dari Allah dan hadiah bagi orang yang ikut hadir.

Kemudian ia berkata: Wahai Lubabah, wahai Fulanah, wahai Fulanah, ia berteriak memanggil anak-anak perempuannya, dua saudarinya, isterinya, dan ibu isterinya. Ia duduk dan mendudukkanku sehingga kami berjumlah sepuluh orang. Lalu ia membuka kantong tersebut sembari berkata, “Bentangkanlah kain-kain pangkuan kalian.” Aku bentangkan kain pangkuanku sedangkan mereka tidak memiliki pakaian yang bisa dibentangkan kain pangkuannya sehingga harus membentangkan tangannya. Lalu ia mulai membilang dinar demi dinar, hingga apabila bilangan kesepuluh sampai kepadaku, ia berkata: “Bagimu dinar”, begitu seterusnya sampai ia menyelesaikan kantong yang berisikan seribu dinar itu, maka ia telah memberiku seratus dinar.

Ibnu Jarir ath-Thabari berkata: Masuk ke dalam hatiku kegembiraan karena kecukupan mereka itu lebih besar dari pada kegembiraanku karena seratus dinar ini. Lalu ketika aku hendak keluar, ia berkata kepadaku: Wahai anak muda, engkau benar-benar diberkahi. Aku sama sekali tidak pernah melihat harta (sebanyak) ini dan tidak pula membayangkannya, dan aku menasehatimu bahwa harta tersebut halal, maka gunakanlah baik-baik. Ketahuilah, bahwa dahulu aku berdiri shalat fajar dengan mengenakan pakaian yang usang ini, kemudian aku melepaskannya hingga satu demi satu anak-anakku shalat mengenakannya. Kemudian aku keluar mengenakannya untuk bekerja sampai waktu antara Zhuhur dan ‘Ashar, lalu aku pulang di akhir siang dengan membawa sesuatu yang telah Allah bukakan untukku seperti kurma dan roti. Kemudian aku melepaskan pakaianku untuk anak-anak perempuanku sehingga mereka menunaikan shalat Zhuhur dan ‘Ashar dengannya. Demikian juga ketika Maghrib dan ‘Isya yang akhir. Kami sama sekali tidak tergambar akan bisa melihat dinar-dinar ini. Semoga Allah memberikan mereka manfaat dengan apa yang sudah mereka ambil, dan memberiku serta engkau manfaat dengan apa yang sudah kita ambil. Dan semoga Allah merahmati pemilik harta itu di dalam kuburnya, melipat gandakan ganjaran puteranya, dan membalas kebaikannya.

Ibnu Jarir berkata: Lalu aku mengucapkan selamat tinggal kepadanya dan mengambil seratus dinar tersebut. Aku menulis ilmu dengan harta itu selama dua tahun. Aku makan dengannya, membeli kertas, safar, dan memberi upah dari sebagiannya…

Setelah dua belas tahun, aku pergi ke Mekah. Aku bertanya tentang kakek tua itu. Maka dikatakan bahwa dia telah meninggal sebulan setelah (kejadian) itu. Meninggal pula isterinya, ibu isterinya, dan dua saudarinya. Tidak ada yang tersisa kecuali anak-anak perempuannya. Maka aku bertanya tentang mereka, lalu aku mendapati mereka telah menikah dengan para penguasa dan umara’ dan itu ketika tersebar kabar tentang keshalehan anak-anak mereka di berbagai penjuru ufuk. Maka aku tinggal di rumah suami-suami mereka. Mereka memperlakukanku dengan ramah dan memuliakanku, hingga Allah mematikan mereka. Semoga Allah memberkahi apa yang sudah menjadi milik mereka.

Allah ta’ala berfirman:

ﺫﻟﻜﻢ ﻳﻮﻋﻆ ﺑﻪ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻳﺆﻣﻦ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻵﺧﺮ، ﻭﻣﻦ ﻳﺘﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻪ ﻣﺨﺮﺟﺎ ﻭﻳﺮﺯﻗﻪ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﻻ ﻳﺤﺘﺴﺐ ﻭﻣﻦ ﻳﺘﻮﻛﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻬﻮ ﺣﺴﺒﻪ

“Demikianlah pengajaran itu, Allah berikan kepada orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan jalan keluar baginya. Dan Dia memberikan rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka. Barang siapa bertawakkal kepada Allah, pasti Allah akan mencukupkan kebutuhannya.”

Tafsir Surat ath-Thalaq ayat 2 dan 3

Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

http://forumsalafy.net/kisah-al-imam-ibnu-jarir-ath-thabari-dan-kakek-yang-fakir/

Minggu, 13 Agustus 2017

Al Qasim bin Muhammad rahimahullah

*kisah tabi'in*

*Al Qasim bin Muhammad rahimahullah*

Kota Madinah pernah menjadi saksi keberadaan fuqaha sab’ah (ahli fikih yang berjumlah 7 orang) yang mewarnai masa-masa keemasan Islam. Merekalah tujuh ahli fikih dari generasi tabiin yang menjadi penghulu para ulama dan rujukan kaum muslimin di masanya. Mereka adalah penerus tongkat estafet dakwah yang sebelumnya dibawa oleh para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kapasitas keilmuan mereka tidak hanya diakui dan diperhitungkan oleh para ulama di kota tersebut namun juga para ulama di berbagai penjuru negeri.

Di antara ketujuh ahli fikih Madinah tersebut adalah Al Qasim bin Muhammad rahimahullah, cucu Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu manusia terbaik dalam umat ini setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan Al Qasim adalah cucu Abu Bakar yang secara fisik paling mirip dengan kakeknya tersebut sebagaimana penuturan Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhu. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan Ali radhiyallahu ‘anhu dari pasangan Muhammad bin Abu Bakar Ash Shiddiq dan putri raja persia yang terakhir.

Al-Qasim kecil tumbuh dan berkembang ketika terjadi gejolak fitnah di tengah kaum muslim setelah terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.
Muncul perselisihan antara pihak Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dengan pihak Muawiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhu yang berada di Syam. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, dibawalah Al Qasim bersama saudara perempuannya ke Mesir. Yang demikian ini karena ayahanda beliau telah diangkat oleh Ali bin Abi Thalib menjadi pemimpin Mesir.

Namun saat itu kondisi fitnah semakin memanas dan berujung kepada terbunuhnya ayahanda beliau. Akhirnya datanglah paman Al Qasim yaitu Abdurrahman bin Abu Bakar untuk membawa beliau dan saudara perempuannya kembali ke Madinah. Di kota Nabi tersebut, Al Qasim diasuh dan dirawat oleh bibinya Aisyah radhiyallahu ‘anha sepeninggal ayahandanya. Al Qasim menjalani hidup sebagai seorang anak yatim dan diasuh oleh Ummul Mukminin Aisyah.

Qosim kecil diasuh dalam buaian Ummul Mukminin Aisyah sehingga ia pun mendalami ilmu agama dan banyak meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha. Seiring dengan perjalanan waktu, Al Qasim benar-benar terdidik oleh curahan kasih sayang dan ilmu dari bibinya tersebut. Al Qasim menuturkan bahwa Aisyah adalah seorang mufti (pemberi fatwa) semenjak dari zamannya Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu ‘anhum hingga beliau meninggal. Tidak mengherankan jika akhirnya Al Qasim menjadi seorang imam, panutan, Hafizh, Hujjah, seorang alim di Kota Madinah pada zamannya di samping Salim dan Ikrimah rahimahullah.

*GURU-GURU DAN MURID-MURIDNYA*

Menginjak usia dewasa, Al Qasim rahimahullah benar-benar menjelma menjadi seorang pemuda yang cerdas dan bertalenta tinggi. Waktu demi waktu pun berjalan sementara Al Qasim semakin matang ilmu dan kepribadiannya karena berkesempatan untuk menghadiri majelisnya para sahabat. Selain kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia juga berguru dan meriwayatkan hadis dari sekian banyak sahabat yang pernah beliau temui sepanjang hidupnya. Di antara mereka adalah Abdullah bin Mas’ud, Zainab bintu Jahsy, Fatimah bintu Qais, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Asma’ bintu ‘Umais yang merupakan nenek beliau sendiri, Abu Hurairah, Rafi’ bin Khadij, Abdullah bin Khabbab, Abdullah bin Amr, Mu’awiyah dan sahabat yang lainnya radhiyallahu ‘anhum. Al Qasim juga menegaskan bahwa beliau juga menimba ilmu dari lautan ilmu, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Beliau pun bermulazamah (menuntut ilmu) kepada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma untuk memperbanyak riwayat dari keduanya. Sementara Ibnu Umar dikenal sebagai seorang sahabat mulia yang wara’ (berhati-hati dari dosa dan kesalahan), luas keilmuannya dan mengambil sikap diam terhadap berbagai hal yang tidak beliau ketahui ilmunya. Sehingga sifat-sifat gurunya tersebut melekat dan mewarnai kepribadaian Al Qasim bin Muhammad rahimahullah.

Tidak membutuhkan waktu yang panjang akhirnya Al Qasim menjadi seorang ulama besar di Kota Madinah. Tidak hanya keilmuannya yang mendalam yang membuat Al Qasim dicari dan disegani oleh kaum muslimin, namun juga karena ketakwaan dan sifat wara’ yang ada pada dirinya. Sehingga wajar jika murid-murid beliau sangat banyak dan di antaranya adalah putra beliau sendiri yang bernama Abdurrahman. Murid beliau yang lain adalah sederetan nama ulama-ulama besar seperti, Asy Sya’bi, Nafi’ Al Umari, Salim bin Abdillah, Abu Bakr bin Hazm, Az-Zuhri, Ibnu Abi Mulaikah, Humaid Ath Thawil, Ayyub As Sikhtiyani, Rabi’ah Ar Ray, Ubaidullah bin Umar, Ibnu ‘Aun, Rabi’ah bin Atha, Yahya bin Said Al Anshari, Abu Zinad, Ja’far bin Muhammad, Shalih bin Kaisan, dan masih banyak yang lainnya.

*PUJIAN PARA ULAMA*

Ibnu Sa’d rahimahullah memberikan sederet pujian kepada beliau dengan mengatakan, “Al Qasim adalah seorang yang terpercaya, berilmu, tinggi kedudukannya, ahli fikih, imam, wara’ dan banyak meriwayatkan hadis.” Yahya bin Said rahimahullah mengatakan, “Kami belum pernah mendapati seorang pun di Kota Madinah yang lebih kami utamakan daripada Al Qasim.” Ini menggambarkan tingginya kedudukan Al Qasim dalam pandangan para ulama mengingat di sana masih ada tokoh tabi’in senior seperti Said bin Al Musayyib atau yang lain.

Sikap wara’ juga sangat mewarnai kehidupan Al Qasim dalam bermuamalah. Salah satu buktinya adalah ucapan Ayyub As Sakhtiyani berikut ini, “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih utama daripada Al Qasim. Sungguh ia pernah meninggalkan uang seratus ribu dinar padahal uang tersebut halal baginya.” Dalam kesempatan lain Umar bin Ubaidullah At Taimi mengutus seseorang untuk menghadiahkan uang sebanyak seratus lima puluh dinar kepada Al Qasim namun beliau menolaknya.

Berkata Abu Zinad rahimahullah, “Aku belum pernah melihat seorang pun yang lebih mengetahui tentang sunnah daripada Al Qasim bin Muhammad. Seseorang tidaklah dianggap sebagai seorang lelaki hingga dia mengetahui Sunnah dan belum pernah melihat seorang lelaki yang lebih cemerlang akalnya daripada Al Qasim.” Ibnu Uyainah rahimahullah berkata, “Orang yang paling mengetahui hadisnya Aisyah ada tiga orang, “Al Qasim, Urwah, dan Amrah.”

Keilmuan beliau yang luas dengan ketenaran dan berbagai pujian di atas tidak membuat Al Qasim sombong dan bangga diri. Justru beliau sangat jauh dari sifat tersebut dan penuh dengan ketawadhuan. Simak penuturan Ibnu Ishaq berikut ini, “Aku pernah melihat Al Qasim bin Muhammad mengerjakan salat dan setelah selesai datanglah seorang Arab badui lantas dia bertanya, “Siapa di antara kalian berdua yang lebih berilmu. Engkau atau Salim?” Al Qasim pun menjawab, “Subhanallah, masing-masing akan memberikan jawaban kepadamu sesuai dengan pengetahuannya.” Orang itu kembali bertanya, “Siapa di antara kalian berdua yang lebih berilmu?” Ia menjawab, “Subhanallah!” Badui itu terus mengulangi pertanyaannya hingga akhirnya Al Qasim berkata, “Itu Salim, pergi dan bertanyalah kepadanya.” Ia pun bangkit dan pergi meninggalkannya. Ibnu Ishaq mengomentari kisah ini, “Al Qasim tidak suka mengatakan, ‘Aku lebih berilmu’ sehingga menjadi tazkiyah (rekomendasi) untuk diri beliau sendiri. Beliau juga tidak suka mengatakan, ‘Salim lebih berilmu daripada aku.’ Karena dengan demikian Al Qasim telah berdusta karena ia lebih berilmu daripada Salim.”

Imam Malik rahimahullah mengatakan, “Al Qasim adalah ahli fikihnya umat ini.” Al ‘Ijli rahimahullah berkata, “Al Qasim termasuk salah satu tabi’in dan ahli fikih terbaik. Ahli Madinah, tabi’in, terpercaya, sosok yang bersih dari hal-hal yang tidak baik, dan lelaki yang saleh.”

*UNTAIAN NASIHATNYA*

Yahya bin Sa’id rahimahullah berkata bahwa aku pernah mendengar Al Qasim bin Muhammad berkata, “Seseorang hidup dalam keadaan bodoh setelah mengetahui hak Allah subhanahu wa ta’ala itu lebih baik baginya daripada dia mengucapkan sesuatu yang tidak dia ketahui.” Suatu hari ada seorang pembesar Kota Madinah yang datang menemui Al Qasim lantas menanyakan sesuatu kepadanya. Maka Al Qasim pun berkata, “Sesungguhnya di antara bentuk pemuliaan seseorang terhadap dirinya sendiri adalah dia tidak berucap melainkan apa yang dia ketahui ilmunya.” Beliau juga mengatakan, “Allah telah menjadikan pada diri seorang teman yang baik lagi dekat dengan kita sebagai pengganti dari kerabat yang durhaka lagi berpaling.”

Beliau juga memiliki akidah yang lurus dan kokoh dalam menegakkan amar makruf nahi munkar. Ikrimah bin Ammar mengatakan, “Aku pernah mendengar Al Qasim dan Salim melaknat orang-orang Qadariyah.”

*AKHIR HAYATNYA*

Al Qasim meninggal pada tahun 108 H dalam usia 70 tahun di sebuah wilayah yang bernama Qudaid. Yaitu sebuah tempat di jalan antara Mekkah-Madinah, yang berjarak sekitar 27 mil dari Juhfah (Miqat penduduk Syam). Beliau sempat mengalami kebutaan di akhir hayatnya dan meninggal pada masa pemerintahan Yazid bin Abdul Malik bin Marwan. Beliau berwasiat supaya beliau dikuburkan dengan baju yang biasa digunakan untuk salat bersama dengan gamis dan rida’nya sebagaimana kakek beliau Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallahu ‘anhu dikafani dan dimakamkan. Al Qasim juga berwasiat agar kuburannya tidak dibangun. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala melimpahkan rahmat dan ampunan kepada Al Qasim bin Muhammad rahimahullah serta kita semua. Aamiin.

Sumber: Majalah Qudwah edisi 39 vol.04 2016 rubrik Biografi. Pemateri: Al Ustadz Abu Hafiy Abdullah hafizhahullah

Ilmusyari.com

Minggu, 06 Agustus 2017

Kisah Menakjubkan Dalam Tawakkal Kepada Allah

✋🏻💥🌺🌹 *KISAH MENAKJUBKAN DALAM TAWAKAL KEPADA ALLAH*

_Hasrat hatinya untuk berhaji di suatu tahun, dalam keadaan tidak memiliki biaya haji._

Hatim Al-Asham (yang tuli) rahimahullah termasuk pembesarnya orang shalih, hatinya berkeinginan untuk haji pada suatu tahun dalam keadaan dia tidak memiliki biaya. Dia tidak boleh safar, bahkan tidak wajib berhaji tanpa meninggalkan nafkah kepada anak-anak yang mereka tidak ridha.

Dan ketika tiba saatnya (berhaji), putrinya melihatnya dalam keadaan sedih dan menangis, putrinya memang anak yang shalih.
*Maka ia berkata kepada ayahnya:* Apa yang membuatmu bersedih wahai ayahku?
*Ayahnya menjawab:* Musim haji telah datang.
*Putrinya berkata*: Kenapa engkau tidak berhaji? 
Ayahnya menjawab: Tidak memiliki biaya.
*Putrinya berkata:* Allah akan memberi dirimu rezeki.
*Sang Ayah berkata:* Bagaimana nafkah kalian?
*Putrinya menjawab:* Allah akan memberikan rezeki kepada kami.
Sang ayah berkata: Akan tetapi urusan ini tergantung ibumu.

*Maka sang putri pergi menghadap ibunya untuk mengingatkan ibunya. Dan akhirnya sang ibu dan anak-anaknya yang lain mengatakan kepada sang ayah:* Pergilah engkau berhaji, Allah akan memberikan rezeki kepada kami.

Maka iapun meninggalkan nafkah untuk tiga hari, diapun pergi berangkat haji dalam keadaan dia tidak memiliki biaya yang mencukupi.

Adalah dia berjalan di belakang suatu kafilah rombongan. Di awal perjalanan pimpinan kafilah disengat kalajengking, maka mereka mencari orang yang bisa meruqyahnya dan mengobatinya. Maka mereka menemukan Hatim Al-Asham. Maka diapun meruqyahnya dan Allah menyembuhkannya di saat itu.

*Maka pimpinan kafilah mengatakan:* Biaya berangkat dan pulang (berhaji) saya yang tanggung.

*Maka Hatim berkata*: Ya Allah ini adalah kemudahan untukku, maka perlihatkanlah kemudahan untuk keluargaku.

Telah berlalu tiga hari, maka habislah nafkah pada anak-anaknya,rasa lapar mulai meliputi mereka. Maka mereka mulai menyalahkan sang putri dan sang putri malah tertawa.

*Mereka berkata:* Apa yang membuatmu tertawa sementara kelaparan hampir-hampir membunuh kita?
*Sang putri berkata:* Ayah kita ini yang memberi rezeki atau yang memakan rezeki?
Mereka menjawab: Yang memakan rezeki, sesungguhnya yang memberi rezeki hanya Allah.
*Sang putri berkata*: _Telah pergi yang memakan rezeki dan tetap ada (bersama kita) yang memberi rezeki._
_Sang putri terus mengajak mereka bicara._

Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. *Mereka berkata*: Siapa di pintu? *Orang yang mengetuk menjawab:* Amirul mukminin meminta minum kepada kalian.
Maka sang putri mengisi penuh gentong airnya, dan khalifahpun minum, kemudian ia mendapatkan kelezatan dalam air tersebut yang belum pernah dia rasakan.
*Maka khalifah berkata:* Darimana kalian mendapatkan air ini? *Mereka menjawab*: Dari rumahnya Hatim.
*Khalifah berkata:* Panggillah dia, aku akan memberinya hadiah.
Mereka menjawab: Hatim sedang berhaji.
Maka amirul mukminin melepaskan sabuk mewahnya yang penuh dengan hiasan permata, *lalu ia mengatakan:* Sabuk ini untuk mereka.
*Kemudian ia berkata kembali:* _Barang siapa yang menyukai diriku, maka lakukanlah seperti aku!_ 

Maka seluruh menteri dan para saudagar ikut melepaskan sabuk mewah mereka. Maka terkumpullah sabuk-sabuk mewah lalu dibeli oleh salah seorang pedagang dengan uang emas yang memenuhi rumah yang bisa mencukupi mereka hingga wafat. Lalu sabuk-sabuknya dikembalikan kepada mereka.

Merekapun membeli makanan dalam keadaan tertawa, lalu menangislah sang putri!
*Maka sang ibu berkata kepadanya:* Kamu ini aneh wahai putriku, dulu ketika kita menangis karena  kelaparan engkau malah tertawa, ketehuilah sekarang Allah memberikan kemudahan kepada kita, mengapa engkau menangis?
*Sang putri berkata:* _Makhluk ini yang tidak mampu memberikan manfaat kepada dirinya tidak pula mencegah mudharat (yakni khalifah) telah memandang kita dengan pandangan kebaikan, yang bisa menyelamatkan kita dari kematian. Terus bagaimana dengan pandangan Rajanya segala raja (yakni Allah Ta'ala)?_

Sesungguhnya ini adalah keyakinan kepada Allah. Yakin dengan Dzat yang memberi rezeki, yang maha kuat dan perkasa. Sesungguhnya ini adalah kekuatan iman, kekuatan tawakal kepada Allah.  Maha suci Allah dimana kita dibandingkan mereka?!

Ketika Allah memilihmu untuk menempuh jalan petunjuk-Nya bukan karena engkau istimewa atau karena ketaatanmu. Bahkan itu adalah rahmat dari-Nya yang meliputimu. Terkadang Dia bisa melepaskannya darimu  kapan saja.

Oleh karena itu janganlah engkau tertipu dengan amalanmu, janganlah engkau tertipu dengan ibadahmu, janganlah engkau memandang remeh orang-orang yang tersesat dari jalan-Nya. 

Maka kalau bukan karena rahmat Allah kepadamu niscaya engkau menduduki posisi dia.

*Ulangilah lagi membacanya dengan seksama.*

*Laa ilaaha illallahu*

📚 *Sumber* || https://www.sahab.net/forums/index.php?app=forums&module=forums&controller=topic&id=137426

🌏 *Kunjungi* || http://forumsalafy.net/kisah-menakjubkan-dalam-tawakal-kepada-allah/

⚪ *WhatsApp Salafy Indonesia*
⏩ *Channel Telegram* || http://telegram.dog/forumsalafy

💎💎💎💎💎💎💎💎💎