Kamis, 22 September 2016

Kisah Shilah dan Seekor Singa

💎🎗🐾KISAH SHILAH DAN SEEKOR SINGA
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Untaian kisah para ulama salafush shalih memang sangat mengagumkan.Kisah yang sarat dengan berbagai pelajaran.Mereka adalah sosok dan figur suri tauladan pilihan bagi generasi setelahnya.

Salah satu diantara mereka adalah seorang tokoh tabi'in(generasi setelah sahabat) dari kota Basrah yang bernama Shilah bin Asyam Al-'Adawi Rahimahullah, Terkumpul pada diri beliau semangat yang sangat tinggi dalam beribadah dan berjihad.Memang demikian realitanya, hingga Adz-Dzahabi Rahimahullah mengatakan bahwa beliau adalah seorang zahid(seorang yang zuhud) dan abid( ahli ibadah).
Shilah mengisi malam-malamnya dengan sholat malam. Bahkan tatkala melakukan safar sekalipun.

Sepenggal kisah berikut ini menjadi fakta keberanian dan semangat beliau dalam beribadah. Diriwayatkan dari Hamad bin Ja'far bin Zaid bahwa bapaknya, Ja'far bin Zaid, pernah berkisah tentang Shilah bin Asyam Rahimahullah.Kisah selengkapnya adalah berikut ini.

Saat itu kami berangkat bersama pasukan kaum muslimin menuju kota Kabul dalam sebuah pertempuran. Di antara personil pasukan itu adalah Shilah bin Asyam. Memang Shilah terkenal sebagai seorang ahli ibadah di kalangan kaum muslimin.
Tatkala datang waktu shalat Isya',kamipun singgah di suatu tempat untuk istirahat dan shalat.

Akupun berkata(dalam hati), " Sungguh aku benar-benar akan mengawasi amalan apa saja yang dilakukan oleh Shilah.Aku ingin membuktikan cerita orang-orang selama ini tentang ibadahnya."Setelah tiba ditempat tersebut, kamipun menunaikan shalat Isya". Tidak berapa lama kemudian kami beristirahat karena rasa letih setelah melakukan perjalanan.

Setelah seluruh pasukan nampak tertidur, aku memanfaatkan kesempatan ini.Aku segera beranjak diam-diam mencari Shilah. Saat pandangan manusia terpejam, saat itulah Shilah bangkit.Beliau lalu masuk menuju suatu tempat yang lebat dan rindang penuh dengan pepohonan.Nampaknya, tempat itulah yang hendak digunakan shalat.
Tempat yang tidak jauh dari tempat peristirahatan, namun tertutup.
Subhanallah, Shilah melakukan hal tersebut supaya keberadaannya tidak diketahui oleh orang lain. Sungguh beliau ingin menjaga keikhlasan amalan untuk Allah Ta'ala dalam ibadahnya

Akupun menguntitnya dari belakang tanpa sepengetahuan Shilah. Tibalah beliau di sebuah tempat yang sunyi.Shilah lalu berwudhu dan mulai mengerjakan shalat. Aku terus mengamati, hingga Shilah tenggelam dalam shalatnya. Dalam kondisi demikian, tiba-tiba datanglah seekor singa dari arah hutan itu. Akupun terkejut dan panik bukan kepalang melihat kedatangan binatang itu. Hingga aku putuskan untuk memanjat pohon supaya aman dari terkamannya.

Singa itu terus berjalan dan mendekat ke arah beliau. Sungguh beliau tidak menoleh sedikitpun kepada singa tersebut. Padahal jaraknya sudah begitu dekat. Tatkala beliau sujud, akupun berkata dalam hatiku,  "Sekarang dia pasti diterkam".
Namun ternyata dugaanku salah. Beliau masih dibiarkan sampai duduk tasyahud dan salam. Saat itulah Shilah berkata kepada singa itu, "Wahai binatang buas, carilah rezeki di tempat lain!" Singa itupun pergi dan terus meraung seraya naik ke atas pegunungan.

Keesokan harinya di waktu shubuh, Shilah memuji Allah Ta'ala dengan berbagai pujian yang belum pernah aku dengar, Beliau mengatakan, "Ya Allah aku memohon kepada-Mu agar menyelamatkanku dari api neraka.
Namun, pantaskah orang seperti aku ini meminta kepada-Mu agar dimasukan ke dalam surga?" Kemudian setelah itu beliau kembali ke pasukan seolah-olah baru saja tidur di atas kasur.
Sementara aku sangat capek dan lelah, karena kejadian semalam yang membuatku tidak tidur. Hanya Allah Ta'ala Yang Maha Mengetahui kondisiku. Demikianlah salah satu potret ibadah dalam safar beliau.

Allah Ta'ala telah menganugrahkan istri dan anak-anak yang sholih kepada Shilah bin Asyam Rahimahullah. Betapa tidak, istrinya yang bernama Mu'adzah juga dikenal sebagai seorang wanita ahli ibadah dan zuhud. Sang putra adalah seorang pemberani sering menyertai ayahnya dalam jihad melawan musuh-musuh Islam.

Dikisahkan oleh Tsabit Al-Bunani, bahwa Shilah pernah ikut dalam sebuah peperangan. Putranya pun turut menyertai beliau. Saat kedua pasukan saling berhadapan, dan perang pun tak terelakkan, tiba-tiba Shilah mengatakan kepada putranya, "Wahai anakku, majulah dan perangilah mereka, sehingga aku bisa mengharap pahala kepada Allah Ta'ala!"

Tanpa keraguan sedikitpun, pemuda itu maju berperang hingga akhirnya meninggal di medan tempur.Demikian halnya sang ayah, ia masuk kedalam kancah pertempuran dan berperang sampai akhirnya meninggal dunia.

Tatkala berita duka itu sampai kepada istrinya di Bashrah, para wanita datang dan berkumpul di rumahnya untuk mengucapkan belasungkawa.Namun, Mu'adzah berkata kepada mereka, "Jika kedatangan kalian untuk mengucapkan selamat, (maka aku akan menerima kalian dengan senang hati) ,Namun jika kedatangan kalian untuk selainnya (yaitu belasungkawa) ,maka sebaiknya kalian pulang saja." Subhanallah, semoga Allah Ta'ala merahmati dan mencurahkan pahala-Nya kepada Shilah bin Asyam rahimahumullah beserta dengan keluarganya. Amin.

Oleh:Al Ustadz Abu Hafiy Abdullah hafizhahullah

📝 Ditulis dari :Majallah Qudwah,Edisi 28 Vol.03

🌈@LilHuda🌈
🔻🔻🔻🔻🔻

📬 Telegram Ahkam, Tanya jawab
📲 tlgrm.me/LilHuda

💠🔶🔶🔶🔶💠🔶🔶🔶💠
#shilah   #seekorsinga

Senin, 19 September 2016

Nabi Palsu Yang Bertaubat

💥🎗NABI PALSU YANG BERTAUBAT
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

23 JUNI 2016 

Dalam bidang hadits, sering disebutkan tentang  definisi dari shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam`. Mereka  adalah setiap orang yang bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam `, beriman kepada beliau dan mati diatas keimanan tersebut, walaupun di sebagian kehidupannya pernah terjatuh dalam riddah kemudian kembali kepada Islam. Demikian definisi yang sesuai dengan pendapat yang paling benar. Mereka tetaplah lebih utama dari generasi setelah mereka, dikarenakan termasuk dalam keumuman pujian Allah Ta'ala dan Rasul-Nya atas mereka. radhiyallah anhum ajmain

Figur kita kali ini adalah salah satu dari figur seorang shahabat, yang pernah terjatuh dalam riddah kemudian kembali ke pangkuan Islam dan menjadi baik keislamannya. Ia bernama Thulaihah bin Khuwailid bin Naufal bin Nadhlah bin Al Asytar bin Hajwaan bin Faq’as Al Asady Al Faq’asii. Seorang penunggang kuda yang lihai dan terkenal dengan keberaniannya. Kisah keislamannya di mulai sejak tahun kesembilan hijriyyah, setelah peristiwa fathu Makkah. Saat itu masyarakat arab berbondong-bondong menyatakan keislaman mereka, termasuk Bani Al Asady, sebuah kabilah besar yang bermukim di antara Nejed dan Furrath. Mereka mengutus sekelompok orang sebagai wakil mereka kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam `. Orang-orang yang diutus tersebut di antaranya bernama Hadhrami bin ’Aamir, Dharar bin AL Azwar, Waabishah bin Ma’bad, Qatadah bin Qaif, Salamah bin Hubais dan Thulaihah bin Khuwailid. Merekapun menyatakan keislaman mereka dihadapan Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam`.

Saat meninggalnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di tahun 11hijriyyah, banyak kabilah arab yang menyatakan murtad dan tidak mau tunduk terhadap aturan yang dahulu pernah di tetapkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam`. Kesempatan inipun kemudian di pakai oleh Thulaihah Al Asadi untuk menyatakan dirinya secara terang-terangan sebagai Nabi di daerah Nejed. Sebenarnya pengakuan Nabi tersebut telah ia ikrarkan sekian waktu sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ` meninggal dunia. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam pun mengutus Dhirar bin Al Azwar radhiyallahu 'anhu sebagai pemimpin kabilah untuk mempersempit dan memberangus sang Nabi palsu tersebut, namun tidak tercapai hingga saat wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam`, Thulaihah merasa mendapat angin dengan pengakuannya ini. Iapun disambut oleh masyarakatnya dan menjadi begitu kuat posisinya, terlebih lagi Di zaman Jahiliyyah, Thulaihah Al asadi  terkenal sebagai seorang dukun terkemuka. Banyak didatangi dan dimintai nasehat. Profesinya ini telah mengangkat figur dan ketokohan Thulaihah di tengah masyarakat pada saat itu. Maklum, saat itu masyarakat Jahiliyyah senang dengan ramalan-ramalan dukun dan tukang sihir. Sehingga posisi Thulaihah begitu kuat di mata masyarakatnya.

Langkah-langkah strategis dalam mengokohkan pengakuannya pun dilakukan, seperti membuat aturan-aturan yang menyelisihi aturan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ` seperti menolak membayar kewajiban zakat yang diminta oleh utusan Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallahu 'anhu, sebagai khalifah pengganti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam `. Ia pun disambut oleh beberapa kabilah besar seperti kabilah Bani Asad, Ghathafan, dan Bani Thayyi dan sebagian kabilah-kabilah di sekitar Madinah. Dalam perjalanannya mengaku sebagai nabi, Iapun pernah membunuh dua orang shahabat Nabi yang shalih yaitu Ukasyah bin Mihshan Al Asadi dan Tsabit bin Arqam radhiyallahu 'anhuma.

Maka Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallah 'anhu pun murka terhadap Thulaihah yang terang-terangan mengaku Nabi dan merongrong Islam serta pemeluknya. Beliaupun mengutus sepasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid radhiyallahu 'anhu untuk menumpas Thulaihah dan pengikutnya. Saat itu mayoritas pasukan kaum muslimin yang dipimpin Usamah bin Zai radhiyallahu 'anhum sedang dalam perjalanan memerangi pasukan Romawi. Oleh karena itu, secara kuantitas pasukan kaum muslimin jauh lebih kecil jumlahnya dibanding pasukan Thulaihah.

Akan tetapi dengan pertolongan Allah Ta'ala pasukan Islam dapat memukul mundur dan memporak porandakan barisan Nabi palsu tersebut dan menyebabkan Thulaihah melarikan diri dan terasing di Negeri Syam. Kemenangan atas pasukan nabi palsu ini tentunya mengangkat wibawa muslimin di jazirah Arab. Kabilah-kabilah yang sudah berniat
untuk murtad pun akhirnya mengurungkan niat dan tetap memilih tunduk terhadap Islam.

Taubat yang Merubah Kehidupan

Dahulu ia di laknat kemudian dimuliakan, itulah gambaran yang mungkin muncul tentang beliau. Di laknat sebab pengakuan kenabian yang dilakukannya, dimuliakan karena meninggal dalam keadaan syahid , membela Agama Allah azza wajalla.

Setelah melarikan diri ke Syam, Thulaihah akhirnya sadar dan bertobat kepada Allah Ta'ala. Iapun menunaikan haji ke Baitullah di akhir masa kepemimpinan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu. Tobat beliau inipun beliau realisasikan dengan sungguh-sungguh. Kalau dahulu ia begitu gigih dalam menguatkan dan membela pengakuannya, maka setelah bertobat iapun gigih berjuang membela dan meninggikan agama Allah Ta'ala. Pada perang Qadisiyyah beliau menjadi salah seorang singa-singa Allah Ta'ala. Ia berhasil memporak porandakan markas musuh dan bahkan membunuh dua komandan musuh dan menawan salah satu pemimpin mereka. beliau juga mengikuti perang Nahawand, saat itu beliau menjadi tilik sandi bagi kaum muslimin dan mampu memberikan hasil akurat tentang keadaan musuh.

Disebutkan bahwa beliau meninggal sebagai syahid di akhir-akhir pertempuran Nahawand di tahun 21 hijriyyah. Radhiyallah anhu.

💻Sumber: http://tashfiyah.com

🌈@LilHuda🌈
🔻🔻🔻🔻🔻

📬 Telegram Ahkam, Tanya jawab
📲 tlgrm.me/LilHuda

💠🔶🔶🔶💠🔶🔶🔶💠
#nabipalsu  #thulaihah   #bertobat

Jumat, 09 September 2016

Kisah Perang Bani Nadhir


⚔🛡🗡KISAH PERANG BANI NADHIR
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sejak jaman dahulu, bangsa Yahudi memang dikenal sebagai ahli makar. Pembunuhan terhadap para Nabi dan kekejian lainnya tidak lepas dari tangan-tangan mereka. Berbagai peperangan yang muncul di jaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga lahir dari persekongkolan jahat mereka. Salah satunya adalah Peperangan Bani Nadhir.

Sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, sudah ada tiga kabilah besar bangsa Yahudi yang menetap di negeri tersebut. Mereka adalah Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Masing-masing kabilah ini mempunyai sekutu dari kalangan penduduk asli Madinah yaitu Aus dan Khazraj. Bani Qainuqa’ dan Bani Nadhir bersekutu dengan Khazraj, sedang-kan Bani Quraizhah menjadi sekutu Aus.
Setiap kali terjadi peperangan di antara mereka dengan sekutu masing-masing, orang-orang Yahudi mengancam kaum musyrikin (Aus dan Khazraj) ketika itu dengan mengatakan: “Sudah tiba masanya kedatangan nabi kami. Dan kami akan memerangi kalian seperti memerangi ‘Ad dan Iram.”
Ketika muncul Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari kalangan Quraisy, berimanlah Aus dan Khazraj. Sementara orang-orang Yahudi justru kafir kepada beliau. Tentang merekalah turunnya firman Allah Ta'ala :

“Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur`an dari Alla Ta'ala yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, namun setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (Al-Baqarah: 89)

Bani Nadhir adalah salah satu kabilah terbesar bangsa Yahudi yang bermukim di sebelah selatan Madinah sebelum keda-tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, mereka pun kafir kepada beliau bersama orang-orang kafir Yahudi lainnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri mengadakan ikatan perjanjian dengan seluruh golongan Yahudi yang menjadi tetangga beliau di Madinah.

Sebab-sebab Terjadinya Peperangan
Ketika perang Badr usai, enam bulan setelah peristiwa besar tersebut1, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menemui dan meminta mereka agar membantu beliau dalam urusan diyat (tebusan) orang-orang Bani Kilab yang dibunuh ‘Amr bin Umayyah Adh-Dhamari. Merekapun berkata: “Kami akan bantu, wahai Abul Qasim (maksudnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, red.). Duduklah di sini sampai kami selesaikan keperluanmu!”
Kemudian sebagian mereka memencil-kan diri dari yang lain. Lalu setan membi-sikkan kepada mereka ‘kehinaan’ yang telah ditakdirkan atas mereka. (Dengan bisikan itu) mereka mencoba melakukan intrik keji untuk membunuh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Salah seorang dari mereka berkata: “Siapa di antara kalian yang memegang penggilingan ini, lalu naik ke loteng dan melemparkannya ke kepalanya sampai remuk?”
Orang paling celaka dari mereka, ‘Amr bin Jihasy, berkata: “Aku.”
Namun Sallam bin Misykam berkata kepada mereka: “Jangan lakukan. Demi Allah Ta'ala, pasti Dia akan membongkar apa yang kalian rencanakan terhadapnya. Sungguh, ini artinya melanggar perjanjian antara kita dengannya.”
Lalu datanglah Jibril menceritakan persekongkolan busuk mereka. Beliaupun bangkit dengan cepat dan segera menuju ke Madinah. Para shahabatpun menyusul beliau dan berkata: “Anda bangkit tanpa kami sadari?” Beliau pun menceritakan rencana keji orang-orang Yahudi itu atas beliau.
Setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim utusan kepada mereka untuk memerintah-kan: “Keluarlah kalian dari Madinah dan jangan bertetangga denganku di sini. Aku beri waktu sepuluh hari. Siapa yang masih kedapatan di Madinah setelah hari itu, tentu aku tebas lehernya.”
Akhirnya mereka mempersiapkan diri selama beberapa hari. Datanglah kepada mereka gembong munafik Abdullah bin Ubay bin Salul, sembari mengatakan: “Janganlah kalian keluar dari rumah kalian. Karena saat ini aku memiliki sekitar dua ribu pasukan yang siap bertahan bersama di benteng kalian ini. Mereka siap mati membela kalian. Bahkan Bani Quraizhah serta para sekutu kalian dari Ghathafan tentu akan membela kalian.”

Akhirnya Huyai bin Akhthab (pemimpin Bani Nadhir, red.) tergiur dengan bujukan ini dan mengutus seseorang kepada Rasululla shallallahu 'alaihi wa sallam, mengatakan: “Kami tidak akan keluar dari kampung (rumah-rumah) kami. Berbuatlah sesukamu.”

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahaba radhiyallahu 'Ta'ala 'anhum bertakbir, lalu berangkat menuju perkampungan mereka. Saat itu, ‘Ali bin Abi Thalib lah yang membawa bendera beliau.
Merekapun mengepung benteng Yahudi ini dan melemparinya dengan panah dan batu. Ternyata Bani Quraizhah mening-galkan Bani Nadhir. Bahkan sekutu mereka, Ibnu Ubay dan Ghathafan juga mengkhianati mereka.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengepung mereka selama enam hari. Beliau menebang pokok-pokok (pohon) kurma milik mereka dan membakarnya.
Kemudian orang-orang Yahudi itu mengutus seseorang untuk memohon: “Kami akan keluar dari Madinah.”
Beliau akhirnya memperkenankan mereka keluar dari kota itu dengan hanya membawa anak-cucu mereka serta barang-barang yang dapat diangkut seekor unta kecuali senjata. Dari sinilah kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat memperoleh harta dan senjata.
Seperlima bagian dari rampasan perang Bani Nadhir ini tidak dibagikan, dikhususkan bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para pengganti beliau (para pemimpin, khalifah, -pent.) demi kepentingan kaum muslimin. Karena Allah Ta'ala telah memberikannya kepada beliau sebagai fai’, tanpa kaum muslimin mengerahkan seekor kuda ataupun unta untuk mendapatkannya.

Akhirnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengusir mereka termasuk pembesar mereka, Huyai bin Akhthab, ke wilayah Khaibar. Beliau menguasai tanah dan rumah-rumah berikut senjata. Ketika itu diperoleh sekitar 50 perisai, 50 buah topi baja, dan 340 bilah pedang. Inilah kisah mereka yang diuraikan oleh sejumlah ahli sejarah.

Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan tentang hal ini:

Dari ‘Umar radhiyallahu 'anhu, katanya: “Harta Bani Nadhir merupakan harta fai’ yang Allah Ta'ala berikan kepada Rasul-Nya , tanpa kaum muslimin mengerahkan kuda dan unta untuk memperolehnya. Harta itu milik Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam secara khusus. Beliau menginfakkannya untuk keluarganya sebagai nafkah selama setahun, kemudian sisanya berupa senjata dan tanah sebagai persiapan bekal (jihad) di jalan Alla Ta'ala.”

Beberapa Pelajaran dari Kisah Ini
Berkaitan dengan peristiwa ini, Allah Ta'ala turunkan awal surat Al-Hasyr (1-5) dan ditegaskan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya (Kitab Al-Maghazi dan Tafsir Al-Qur`an) dari Ibnu ‘Abbas :

Dari Sa’id bin Jubair, dia berkata: “Aku berkata kepada Ibnu ‘Abbas: ‘Surat Al-Hasyr.’ Kata beliau: “Katakanlah: ‘Surat An-Nadhir’.”

Allah Ta'ala berfirman:
“Bertasbih kepada Allah Ta'ala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama kali. Kamu tiada menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) AllahTa'ala. Maka Allah  Ta'ala mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah Ta'ala benamkan rasa takut ke dalam hati mereka; mereka musnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (peristiwa itu) sebagai pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. Dan jikalau tidaklah karena Allah Ta'ala telah menetapkan pengusiran terhadap mereka benar-benar Allah Ta'ala mengazab mereka di dunia. Dan bagi mereka di akhirat azab neraka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah Ta'ala dan Rasul-Nya. Barangsiapa menentang Alla Ta'ala, maka sesungguhnya Allah Ta'ala sangat keras hukuman-Nya. Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah Ta'ala; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.”

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t menerangkan makna ayat ini dalam tafsirnya sebagai berikut:
Allah Ta'ala mengawali surat ini dengan penjelasan bahwa semua yang ada di langit dan bumi bertasbih memuji Rabbnya, mensucikan-Nya dari semua perkara yang tidak sesuai dengan kemuliaan-Nya, menghambakan diri dan tunduk kepada kebesaran-Nya. Karena sesungguhnya Allah Ta'ala adalah Dzat Yang Maha Perkasa lagi Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada sesuatupun yang dapat menghalangi-Nya serta tidak ada sesuatupun yang sulit bagi-Nya. Allah Ta'ala adalah Dzat Yang Maha Mempunyai hikmah, dalam penciptaan dan perintah-Nya. Tidaklah Allah Ta'ala menciptakan segala sesuatu ini dengan sia-sia. Dan Dia tidak menetapkan syariat yang tidak mengandung kemas-lahatan.
Allah Ta'ala tidak berbuat kecuali sesuai dengan hikmah-Nya. Termasuk dalam hal ini adalah pertolongan-Nya kepada Rasul-Nya atas orang-orang kafir ahli kitab dari Bani Nadhir yang melanggar perjanjian dengan Rasul-Nya. Maka Allah Ta'ala keluarkan mereka dari rumah dan tempat tinggal yang mereka cintai. Pengusiran mereka ini merupakan pengusiran pertama yang ditetapkan Allah Ta'ala atas mereka melalui tangan Rasul-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka diusir hingga ke Khaibar.

Ayat yang mulia ini memberi isyarat bahwa pengusiran mereka tidak hanya terjadi dalam peristiwa tersebut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengusir mereka sekali lagi dari Khaibar. Juga di masa pemerintahan ‘Umar radhiyallahu 'anhu yang mengeluarkan seluruh Yahudi dari jazirah Arab.
Firman Allah Ta'ala : (Kamu tiada menyangka), wahai kaum muslimin.
Dan firman Allah Ta'ala :(bahwa mereka akan keluar).
Yakni, keluar dari rumah mereka karena kuatnya benteng pertahanan mereka dan mereka merasa mulia di dalamnya.
Firman Allah Ta'ala :
(dan mereka pun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah Ta'ala ).
Artinya, kokohnya pertahanan mereka ini membuat mereka bangga. Namun hal ini justru memperdaya mereka. Mereka merasa tidak akan mungkin bisa dikalahkan dan tidak ada satupun yang sanggup menghadapi mereka. Padahal kekuasaan Allah Ta'ala ada di balik itu semua. Benteng mereka sama sekali tidak dapat melepaskan diri mereka dari adzab Allah Ta'ala. Dan kekuatan pertahanan mereka sedikitpun tidak berguna bagi mereka.
Karena itulah Allah Ta'ala menyatakan:   (maka Allah Ta'ala men-datangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka).
Tidak pernah terbetik dalam pikiran mereka bahwa mereka akan didatangi dari arah tersebut.
Firman Allah Ta'ala :  (Dan Allah Ta'ala benamkan ketakutan ke dalam hati mereka).
Yaitu rasa takut yang sangat hebat. Rasa takut ini merupakan tentara Allah Ta'ala paling besar, yang tidak mungkin dilawan dengan jumlah dan persenjataan sebesar apapun. Tidak mungkin dihadapi oleh kekuatan dan kehebatan yang bagaimana-pun.

Kalaupun kekalahan menimpa mereka dari arah tertentu, mereka beranggapan bahwa itu tidak lain karena benteng pertahanan mereka. Mereka merasa tenteram dengan kekokohannya. Padahal, siapa yang mempercayakan sepenuhnya kepada selain Allah Ta'ala, dia pasti akan terhina. Dan siapa yang bersandar kepada selain Allah Ta'ala pasti hal itu menjadi bencana atasnya.
Maka datanglah ketetapan dari langit yang menerpa hati sanubari mereka yang sebenarnya merupakan lahan keteguhan dan kesabaran atau kelemahan. Allah Ta'ala lenyapkan kekuatan dan kekokohan hati itu, dan membiarkan kelemahan serta ketakutan bertahta di dalamnya. Alhasil, tidak ada lagi tipu daya serta kekuatannya. Dan keadaan ini justru menjadi kemenangan kaum mukminin atas mereka.

Oleh karena itulah, Allah Ta'ala menyatakan:  (mereka musnahkan rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman).
Semua itu karena mereka pernah mengadakan kesepakatan dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa mereka boleh membawa barang-barang yang dapat diangkut seekor unta. Karena itulah mereka menghancurkan atap-atap rumah yang masih mereka anggap baik. Mereka berikan keleluasaan bagi kaum mukminin –akibat kejahatan mereka sendiri– untuk menghancurkan rumah dan benteng-benteng mereka. Dengan demikian, sesungguhnya mereka sendirilah yang berbuat jahat terhadap diri mereka. Jadilah mereka sendiri yang mempunyai andil besar dalam kekalahan dan kehinaan tersebut.

Firman Allah Ta'ala:  (Maka ambillah (peristiwa itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan).
Artinya, bashirah yang tajam, akal yang sempurna. Karena sesungguhnya di dalam kejadian ini terdapat pelajaran yang membantu mengenal bagaimana Allah Ta'ala bertindak terhadap orang-orang yang keras kepala dan menentang kebenaran (Al-Haq), serta mengikuti hawa nafsunya. Kemuliaan mereka tidak lagi berguna. Kekuatan mereka pun tidak mampu menolong mereka. Bahkan benteng mereka tidak dapat melindungi sedikitpun ketika keputusan Allah Ta'ala datang kepada mereka. Hukuman atas dosa-dosa mereka pun menimpa mereka.
Pelajaran (hukum) yang diambil berdasarkan keumuman lafadz suatu nash (ayat atau hadits) bukan berdasarkan sebab yang khusus. Sehingga, dapat dipahami bahwa ayat yang mulia ini merupakan alasan (dalil) adanya perintah untuk melakukan i’tibar (perbandingan, mengam-bil pelajaran). Termasuk di sini menilai suatu hal dengan hal yang semisal dengannya, atau menganalogikan (kias) suatu perkara dengan yang menyerupainya. Juga mere-nungkan makna dan hukum yang terdapat di dalam ketetapan-ketetapan tersebut. Di sinilah letak peranan akal dan pikiran. Melalui hal ini, pemahaman akan semakin bertambah, bashirah semakin terang, dan iman juga semakin meningkat. Selanjutnya, pemahaman yang hakikipun akan dapat diperoleh.

Kemudian Allah Ta'ala menerangkan bahwa orang-orang Yahudi ini tidaklah merasakan semua hukuman yang pantas mereka terima. Artinya, sesungguhnya Allah Ta'ala telah memberi keringanan bagi mereka.

Seandainya bukan karena Allah Ta'ala telah menetapkan pengusiran terhadap mereka dan menentukan takdir yang sama sekali tidak dapat diganti dan berubah, tentulah ada perkara lain berupa adzab dunia yang akan mereka rasakan. Akan tetapi mereka –meskipun tidak mengalami adzab yang berat di dunia– sesungguhnya mereka di akhirat telah disediakan adzab neraka yang tidak satupun mengetahui kedahsyatannya kecuali Allah Ta'ala.

Sama sekali tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka bahwa hukuman mereka telah selesai dan tidak ada lagi yang tersisa. Karena siksaan yang Allah Ta'ala sediakan bagi mereka di akhirat jauh lebih berat dan lebih mengerikan. Semua ini karena mereka telah menentang Allah Ta'ala kemudian Rasul-Nya. Mereka memusuhi dan meme-rangi Allah Ta'ala serta Rasul-Nya. Bahkan bersegera dalam mendurhakai Allah Ta'ala dan Rasul-Nya. Demikianlah sunnatullah (ketetapan Allah Ta'ala) terhadap orang-orang yang menentang-Nya.
Firman Allah Ta'ala: (Barangsiapa menentang Allah Ta'ala, maka sesungguhnya Allah Ta'ala sangat keras hukuman-Nya).
Artinya, tatkala orang-orang Yahudi Bani Nadhir mencela Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukminin yang menebang pohon-pohon kurma, bahkan menuduh mereka berbuat kerusakan, mereka merasa mendapat celah untuk mengecam kaum muslimin. Maka Allah Ta'ala menerangkan bahwa penebangan pohon-pohon kurma ataupun membiarkannya tetap tumbuh adalah dengan seizin Allah Ta'ala dan perintah-Nya. Juga:  (dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik).
Artinya, di sini Allah Ta'ala memberikan kekuasaan kepada kaum mukminin untuk menebang dan membakar pohon-pohon tersebut agar menjadi hukuman dan kehinaan bagi mereka di dunia. Kemudian, dengan tindakan ini dapat diketahui betapa lengkapnya kelemahan mereka, di mana sama sekali tidak mampu menyelamatkan pohon-pohon kurma yang merupakan modal kekuatan mereka.
Firman Allah Ta'ala:  adalah kata yang meliputi semua pohon kurma, menurut pendapat yang paling tepat dan lebih utama.
Inilah keadaan Bani Nadhir. Lihatlah bagaimana Allah I menghukum mereka di dunia, kemudian menerangkan tentang kepada siapa jatuhnya semua harta benda dan kekayaan mereka.

Allah Ta'ala berfirman:    (Dan apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah Ta'ala kepada Rasul-Nya (berupa harta benda) mereka), yakni dari Bani Nadhir.
Sesungguhnya kalian –wahai kaum muslimin– untuk mendapatkan itu sama sekali:  (kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun).

Maksudnya, kalian wahai muslimin, sama sekali tidak harus bersusah payah memperolehnya, dengan mengerahkan jiwa raga dan kendaraan kalian. Allah Ta'ala telah melemparkan rasa takut yang sangat hebat ke dalam hati mereka, hingga akhirnya mereka datang menyerah kepada kalian. Karena itulah Allah Ta'ala berfirman:
“Akan tetapi Alla Ta'ala yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Ta'ala Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Sebagai kesempurnaan kodrat-Nya, tidak ada satupun yang dapat menghalangi-Nya dan tidak ada satupun kekuatan yang dapat mengalahkan-Nya.
Al-Fai’ menurut istilah para ulama ahli fiqih adalah harta orang-orang kafir yang diambil dengan alasan yang haq (benar) tanpa melalui pertempuran. Seperti harta (Bani Nadhir ) ini, di mana mereka lari dan meninggalkannya karena takut kepada kaum muslimin. Harta ini dinamakan fai’, karena harta ini berpindah dari tangan orang-orang kafir yang tidak berhak, kepada kaum muslimin yang lebih berhak dan hukumnya berlaku secara umum.
Wallahu a’lam.

Catatan Kaki:
1 Ini berdasarkan keterangan Ibnu Syihab Az-Zuhri dan Al-Imam Al-Bukhari t yang menyatakan bahwa perang Bani Nadhir ini terjadi 6 bulan sesudah perang Badr Al-Kubra. Dan ini adalah kekeliruan Az-Zuhri, atau kesalahan orang yang menukil dari beliau. Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (3/249) menerangkan: “Tidak ragu lagi bahwa peristiwa ini terjadi setelah perang Uhud. Adapun yang terjadi setelah perang Badr adalah perang Bani Qainuqa’. Jadi, peperangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melawan Yahudi terjadi empat kali. Yang pertama dengan Bani Qainuqa’ yaitu setelah perang Badr, yang kedua dengan Bani Nadhir setelah perang Uhud, yang ketiga dengan Bani Quraizhah setelah peristiwa Khandaq, dan keempat dengan Yahudi Khaibar setelah peristiwa Hudaibiyah. Wallahu a’lam.

✒️ Al Ustadz Abu Muhammad Harits

🌈@LilHuda🌈
🔻🔻🔻🔻🔻

📬Telegram Ahkam, Tanya jawab
📲tlgrm.me/LilHuda

🔶💠💠💠🔶💠💠💠🔶

#perang #baninadhir #kisah

Senin, 29 Agustus 2016

Kisah Ummu 'Umarah Radhiyallahu 'Anha


🌹 🗡KISAH UMMU 'UMARAH RADHIYALLAHU'ANHA.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

 

Kehidupan dunia dengan segala penderitaannya seolah tak lagi berarti baginya, manakala dia telah mendengar janji indah tentang surga. Sepenuh pengorbanan jiwa dan raga dia berikan untuk Allah Ta'ala dan Rasul-Nya.

Mungkin orang yang belum pernah mendengar namanya akan mengernyitkan dahi sembari bertanya, siapakah dia? Namun tak mungkin diingkari, dia adalah seorang shahabiyah yang memiliki untaian kemuliaan besar. Kemuliaannya tertulis dalam sejarah kaum muslimin. Dia bernama Nusaibah bintu Ka’b bin ‘Amr bin Mabdzul bin ‘Amr bin Ghanam bin Mazin bin An Najjar radhiyallahu 'anha.

Ibunya bernama Ar Rabbab bintu ‘Abdillah bin Habib bin Zaid bin Tsa’labah bin Zaid Manat bin Habib bin ‘Abdi Haritsah bin ‘Adlab bin Jasym bin Al Khazraj.

Ummu ‘Umarah dipersunting oleh Zaid bin ‘Ashim bin ‘Amr bin ‘Auf bin Mabdzul bin ‘Amr bin Ghanam bin Mazin bin An Najjar. Mereka dikaruniai dua orang putra, ‘Abdullah dan Habib, yang kelak di kemudian hari menjadi shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyertai beliau dalam medan peperangan. Sepeninggal suaminya, Ummu ‘Umarah menikah dengan Ghaziyah bin ‘Amr bin ‘Athiyah bin Khansa’ bin Mabdzul bin ‘Amr bin Ghanam bin Mazin bin An Najjar . Dari pernikahan mereka, lahir Tamim dan Khaulah.

Ummu ‘Umarah radhiyallahu 'anha menyambut datangnya seruan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah keislamannya itu, Allah Ta'ala menganugerahkan banyak kemuliaan padanya. Satu per satu peristiwa besar turut dilaluinya. Dia salah satu wanita yang hadir pada malam ‘Aqabah dan berbai’at kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Medan Uhud, Hudaibiyah, Khaibar, ‘Umratul Qadla’, Hunain tak lepas dari sejarah perjalanan hidupnya bersama Rasulullah n. Bahkan semasa pemerintahan Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu, dia turut terjun memerangi Musailamah Al Kadzdzab dalam perang Yamamah.

Kisah indah dan mengesankan dalam medan pertempuran Uhud, tatkala Ummu ‘Umarah radhiyallahu 'anha ikut berperan dalam kancah itu bersama suaminya, Ghaziyah bin ‘Amr serta kedua putranya, ‘Abdullah dan Habib . Dengan membawa geriba tempat air minum untuk memberi minum pasukan yang terluka, Ummu ‘Umarah berangkat bersama pasukan kaum muslimin di awal siang.
Pertempuran berlangsung dahsyat. Ketika pasukan kaum muslimin tercerai berai, tak tersisa di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali hanya beberapa orang yang tak sampai sepuluh orang banyaknya. Di saat yang genting itu, Ummu ‘Umarah terjun langsung dalam peperangan dengan pedangnya. Bersama suami dan dua putranya, Ummu ‘Umarah mendekati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, melindungi di depan beliau dengan segenap kemampuan.

Tanpa perisai Ummu ‘Umarah melindungi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sementara sebagian besar pasukan muslimin lari kocar-kacir. Di antara orang-orang yang berlarian menjauh dari beliau, ada seseorang yang lari membawa perisainya. Beliau pun berseru, “Berikan perisaimu pada orang yang berperang!” Orang itu pun melemparkan perisainya dan segera diambil oleh Ummu ‘Umarah. Ummu ‘Umarah pun bertameng dengannya. Demikian keadaan yang mereka hadapi saat itu, sementara lawan mereka adalah pasukan berkuda kaum musyrikin.
Tiba-tiba datang seorang penunggang kuda memacu kudanya sembari menyabetkan pedangnya ke arah Ummu ‘Umarah. Ummu ‘Umarah menangkis tebasan itu dengan perisainya hingga orang itu tak berhasil berbuat sesuatu. Ummu ‘Umarah pun menebas kaki kudanya hingga penunggang kuda itu pun terjatuh. Menyaksikan hal itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam segera memanggil salah seorang putra Ummu ‘Umarah, “Ibumu! Ibumu!” Dengan cepat putra Ummu ‘Umarah datang membantu ibunya hingga dapat melumpuhkan musuh Allah Ta'ala itu.

Di tengah berkecamuknya perang, putra Ummu ‘Umarah, ‘Abdullah bin Zaid terluka di lengan kirinya, ditebas oleh seseorang yang sangat cepat datangnya dan berlalu begitu saja, tanpa sempat dia kenali. Darah pun mengucur tak henti. Melihat itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Balut lukamu!” Ummu ‘Umarah pun datang membawa pembalut yang dipersiapkannya untuk membalut luka-luka, segera mengikat luka putranya, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri mengawasi. Usai mengikat luka, Ummu ‘Umarah berkata pada putranya, “Bangkitlah! Perangilah orang-orang itu!”

Mendengar ucapannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, “Siapa yang mampu melakukan seperti yang kaulakukan, wahai Ummu ‘Umarah?”

Kemudian datanglah orang yang melukai ‘Abdullah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata, “Itu orang yang menebas putramu!” Ummu ‘Umarah segera menghadangnya dan menebas betisnya hingga orang itu terjatuh. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam  tersenyum menyaksikannya hingga tampak gigi geraham beliau. Ummu ‘Umarah radhiyallahu 'anha pun menebasnya bertubi-tubi hingga mati. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.mengatakan pada Ummu ‘Umarah, “Segala puji milik Allah Ta'ala yang telah menolongmu serta menyenangkan hatimu dengan keadaan musuhmu dan memperlihatkan pembalasan itu di depan matamu.”

Ummu ‘Umarah pun menderita luka-luka dalam peperangan itu. Luka yang paling besar terdapat di pundaknya, karena tikaman pedang seorang musuh Alla Ta'ala dan Rasul-Nya, Ibnu Qami’ah. Saat itu, Ibnu Qami’ah datang dan berseru, “Tunjukkan aku pada Muhammad! Aku tidak akan selamat kalau dia selamat!” Dia pun segera dihadang oleh Mush’ab bin ‘Umair bersama para sahabat yang lain radhiyallahu 'anhum. Ummu ‘Umarah berada dalam barisan itu. Maka Ibnu Qami’ah menghunjamkan pedangnya ke pundak Ummu ‘Umarah. Ummu ‘Umarah radhiyalkahu 'anha pun membalas dengan beberapa kali tebasan, namun musuh Alla Ta'ala itu mengenakan baju perang yang melindunginya.

Tatkala melihat Ummu ‘Umarah terluka di pundaknya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berseru pada ‘Abdullah, “Ibumu! Ibumu! Balutlah lukanya! Semoga Allah Ta'ala memberikan barakah kepada kalian wahai ahlul bait. Kedudukan ibumu pada hari ini lebih baik daripada kedudukan si Fulan dan si Fulan. Semoga Allah memberikan barakah kepada kalian wahai ahlul bait. Kedudukan suami ibumu lebih baik daripada kedudukan si Fulan dan si Fulan. Semoga Alla Ta'ala memberikan barakah kepada kalian wahai ahlul bait!” Ummu ‘Umarah pun meminta, “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah Ta'ala agar kami menemanimu di dalam surga!” Beliau pun berdoa, “Ya Allah, jadikan mereka orang-orang yang menemaniku di dalam surga.” Ummu ‘Umarah berkata, “Aku tidak peduli lagi apa yang menimpaku di dunia.”

Dua belas luka didapatkan oleh Ummu ‘Umarah dalam peperangan itu. Tikaman pedang Ibnu Qami’ah itulah luka yang paling parah yang diderita oleh Ummu ‘Umarah, hingga dia harus mengobati luka itu setahun lamanya.
Keadaan luka yang sedemikian hebat tak menyurutkan semangat Ummu ‘Umarah untuk membela Alla Ta'ala dan Rasul-Nya. Ketika kaum muslimin diseru untuk bersiap menuju peperangan di Hamra`il Asad, Ummu ‘Umarah radhiyallahu 'anha pun menyingsingkan bajunya. Namun, dia tak kuasa menahan kucuran darah dari lukanya. Dalam semalam lukanya terus diseka hingga pagi.

Sepulang dari peperangan di Hamra`il Asad, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus ‘Abdullah bin Ka’b Al-Mazini untuk menanyakan keadaan Ummu ‘Umarah. ‘Abdullah bin Ka’b pun melaksanakan perintah beliau, kemudian menyampaikan kabar Ummu ‘Umarah kepada beliau.

Kecintaannya pada Allah Ta'ala dan Rasul-Nya terus diwujudkannya, sampai pun setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat. Ketika Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu menjabat sebagai khalifah, muncul seorang pendusta bernama Musailamah Al-Kadzdzab, yang mengaku sebagai nabi. Abu Bakr radhiyallahu 'anha pun memeranginya bersama pasukan kaum muslimin dalam perang Yamamah. Ummu ‘Umarah pun turut serta dalam pasukan itu. Di sanalah Ummu ‘Umarah radhiyallahu 'anha terpotong tangannya dan menderita sebelas luka lainnya karena tebasan pedang dan tusukan tombak. Di sanalah pula Ummu ‘Umarah kehilangan putranya, Habib bin Zaid radhiyallahu 'anhu.

Tak hanya dalam peperangan dia hadir di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Pun Ummu ‘Umarah meriwayatkan ilmu dari beliau, serta menyebarkannya pada manusia. Perwujudan cintanya kepada Allah Ta'ala dan Rasul-Nya dengan segala pengorbanan jiwa dan raga sepanjang perjalanan kehidupannya di dunia, mengan-tarkan dirinya untuk mendapatkan kemuliaan yang kekal selama-lamanya.

Ummu ‘Umarah, semoga Allah Ta'ala meridhainya….
Wallahu Ta’ala a’lamu bish-shawab.

📚Sumber Bacaan:
Al-Ishabah, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani (8/265-266)
Al-Isti’ab, karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (4/1948-1949)
Ath-Thabaqatul Kubra, karya Al-Imam Ibnu Sa’d (8/412-415)
Siyar A’lamin Nubala`, karya Al-Imam Adz-Dzahabi (2/278-282)

💻 Sumber: Asy Syari'ah,Edisi.021

🌈@LilHuda🌈
🔻🔻🔻🔻🔻

📬 Telegram Ahkam, Tanya jawab
📲 tlgrm.me/LilHuda

🔶💠💠💠🔶💠💠💠🔶
#ummuumarah #kisah

Minggu, 14 Februari 2016

Al-Baqilany Membungkam Raja Romawi

AL-BAQILANY MEMBUNGKAM RAJA ROMAWI

Abu Bakr al-Baqilany -rahimahullah Ta'ala- termasuk ulama besar di masanya. Raja Iraq memilihnya dan mengirimnya pada tahun 371 H untuk berdialog dengan Nashara di Konstantinopel.

✋ Ketika raja Romawi mendengar kedatangan Abu Bakr al-Baqilany maka dia menyuruh para pengawalnya agar mengurangi tinggi pintu agar al-Baqilany terpaksa masuk dengan menundukkan kepala dan badan seperti ketika rukuk sehingga al-Baqilany seperti merendahkan diri di hadapan raja Romawi dan para pengawalnya.

⚠ Ketika al-Baqilany tiba maka beliau mengetahui adanya siasat tersebut. Maka beliau memutar badan ke belakang dan membungkuk seperti rukuk lalu masuk dengan berjalan ke arah belakang sambil mengarahkan leher belakangnya ke arah raja sebagai dan bukan wajahnya. Di sinilah Raja mengetahui bahwa di hadapannya ada bencana besar.

Al-Baqilany -rahimahullah- masuk lalu menyampaikan ucapan penghormatan untuk mereka, namun beliau tidak mengucapkan salam kepada mereka karena adanya larangan dari Rasulullah shallallahu alaihi was sallam agar tidak mendahului mengucapkan salam kepada Ahli Kitab.

✌ Kemudian beliau menoleh kepada pendeta terbesar dan berkata kepadanya: "Bagaimana keadaan Anda dan anak istri?"

Mendengar hal itu maka Raja marah dan mengatakan: "Apakah engkau tidak tahu bahwa para pendeta kami tidak menikah dan tidak memiliki anak?!"

Al-Baqilany menjawab: "Allahu akbar. Kalian mensucikan para pendeta kalian dari pernikahan dan anak-anak, kemudian kalian menuduh Rabb kalian telah menikahi Maryam dan melahirkan Isa!"

Maka Raja semakin naik pitam kemudian mengatakan: "Lalu apa pendapatmu tentang apa yang dilakukan oleh Aisyah?!"

Al-Baqilany menjawab: "Jika Aisyah radhiyallahu anha telah dituduh dengan tuduhan dusta dan keji (dituduh oleh orang-orang munafik dan Rafidhah), maka sungguh Maryam pun telah dituduh seperti itu juga (dituduh oleh Yahudi), namun keduanya adalah wanita suci (dari perbuatan keji -pent). Hanya saja Aisyah menikah namun tidak memiliki anak. Adapun Maryam melahirkan tanpa menikah. Jadi manakah dari keduanya yang lebih pantas dituduh secara bathil, dan alangkah jauhnya beliau berdua -radhiyallahu anhuma- dari tuduhan itu?!"

Maka Raja pun semakin bingung, lalu dia mengatakan: "Apakah nabi kalian dahulu ikut berperang?"

Al-Baqilany menjawab: "Ya."

Raja bertanya lagi: "Apakah dia berperang di depan pasukan?"

Al-Baqilany menjawab: "Ya."

Raja bertanya lagi: "Apakah dia pernah menang?"

Al-Baqilany menjawab: "Ya."

Raja bertanya lagi: "Apakah dia pernah kalah?"

Al-Baqilany menjawab: "Ya."

Maka Raja mengatakan: "Aneh sekali, nabi kok kalah!"

Maka al-Baqilany menimpali: "Apakah ada sesembahan yang disalib?!"

✊ Akhirnya terbungkamlah orang kafir itu.

Tarikh Baghdad, jilid 5 hal. 379.

Majmu'ah an-Nahjul Audhah

⚪ WhatsApp Salafy Indonesia || http://forumsalafy.net/al-baqilany-membungkam-raja-romawi/
⏩ Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy

▫▫▫▫▫▫▫▫▫▫